Pagi dimulai lagi.Sebuah pmikiran datang ke otakku. Haruskah aku bersekolah pagi ini? Mengulang hari yang sama
lagi dan lagi? Haruskah aku masuk sekolah dan menjadi mesin belajar yang licik?
Yang rela melakukan apapun demi menjadi nomor satu bahkan dengan menjatuhkan
sahabat sendiri?
Siapa pula yang memaksa kita untuk memahami dan mengerti semua pelajaran,
bahkan yang kita benci & kita tidak mampu memahaminya sebesar yang
dilakukan orang lain?
Pihak sekolah kah? Atau orang tua? Untuk apa?
Mereka berkata bahwa itu berguna untuk masa depan. Buktinya? Banyak sarjana
yang menjadi pengangguran. Banyak pekerjaan yang tidak membutuhkan fisika,
matematika, kimia, biologi, dan pelajaran-pelajaran rumit lainnya serumit yang
telah diajarkan. Yang penting hanya pelajaran dasar, dan beberapa pelajaran
yang memang diinginkan. Bukankah jika kita menyukai pelajaran itu, pelajaran
tersebut makin mudah dipahami? Bukankah jika pada akhirnya ilmu tersebut tidak
dibutuhkan, yang ada hanya kesia-siaan?
Sekali lagi, pertanyaan “Siapa yang memaksa kita menjadi mesin belajar?”, “Mengapa
kita harus mengerti semua pelajaran bahkan yang kita mampu?, dan “Haruskah kita
menjadi mesin belajar yang licik?” muncul di otak. Sesungguhnya untuk apa itu
semua.
JANGAN MENJADIKAN KAMI SEBAGAI ALASAN!
Banyak orang dewasa yang mnjadikan anaknya boneka sekolah. Iya boneka.
Mereka terpaksa memahami semua pelajaran agar ia disayang dan tidak tersakiti.
Apakah ada manusia yang rela disakiti baik fisik maupun batinnya?
Untuk alasan itukah? Apa itu tidak kejam? Jika ia dipaksa menjadi boneka,
apa tidak mmbuatnya stress?
Sekali lagi, JANGAN JADIKAN KAMI ALASAN!
“Agar anak kami mampu untuk naik keas dan masuk perguruan tinggi negeri
favorit”. Untuk apa? Jika jurusan yang diinginkan tidak membutuhkan pelajaran
yang rumit, lalu bukankah pelajaran yang sudah dipelajari bertahun-tahun
lamanya menjadi sia-sia?
Jelaskan pada kami, para boneka dan mesin belajar, untuk apa semua yang
kami pelajari jika pada akhirnya tidak kami gunakan?
Kumohon , jangan jadikan kami sebagai alasan. Kami tidak suka hal itu.
Tanty K. Safira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar